Sebagai orangtua, hendaknya memahami batas umur aqiqah anak dan hukum yang terkait dengan pelaksanaannya. Aqiqah merupakan salah satu perintah dalam agama Islam yang dilakukan sebagai tanda syukur atas kelahiran seorang anak. Namun, ada pertanyaan yang sering muncul, yaitu “Kapankah waktu yang tepat untuk melaksanakan aqiqah anak?” Jawabannya melibatkan pemahaman tentang batas umur yang dianjurkan serta hukum-hukum terkait.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Terdapat perbedaan pendapat mengenai batas waktu ini. Namun, ada yang berpendapat jika aqiqah dapat dilakukan kapan saja setelah kelahiran seorang anak.
Sunnahnya, aqiqah sebaiknya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Jika orang tua belum sanggup, maka dapat dilaksanakan pada hari keempatbelas, atau duapuluhsatu.
Beberapa pertanyaan yang sering muncul di kalangan orang tua, terutama jika anak telah mencapai usia 7, 8 atau 10 tahun, yaitu apakah masih boleh melaksanakan aqiqah? Menurut ulama, meskipun anak telah melewati batas umur yang dianjurkan, aqiqah tetap bisa dilakukan. Hal ini karena aqiqah merupakan salah satu ibadah yang mendatangkan kebaikan dan tidak ada larangan untuk melaksanakannya setelah batas umur tertentu.
Adanya perbedaan pendapat mengenai batas usia yang dianjurkan oleh beberapa ulama. Beberapa ulama menyatakan bahwa aqiqah dapat dilakukan kapan saja sepanjang hidup seseorang, sedangkan yang lain berpendapat bahwa aqiqah lebih diutamakan saat anak masih kecil hingga baligh. Meski demikian, umumnya aqiqah yang dilakukan di usia yang lebih tua masih dianggap sah dan bernilai ibadah.
Pertimbangan Orang Tua
Pertimbangan orang tua juga menjadi faktor penting dalam menentukan waktu pelaksanaan aqiqah. Setiap keluarga memiliki kesanggupan yang berbeda. Ada yang memilih untuk melaksanakan aqiqah tepat setelah kelahiran anak, sementara yang lain mungkin menunda pelaksanaannya karena alasan tertentu. Namun, perlu diingat bahwa aqiqah adalah bentuk ungkapan syukur kepada Allah SWT atas kelahiran seorang anak, sehingga sebaiknya tidak terlalu ditunda.
Ketika memutuskan untuk melaksanakan aqiqah, orang tua juga perlu memperhatikan aspek sosial. Aqiqah seringkali dijadikan sebagai momen untuk berbagi kebahagiaan dengan keluarga, tetangga, dan kerabat. Oleh karena itu, melibatkan orang-orang terdekat dalam proses aqiqah anak dapat menjadi pilihan yang tepat.
Hukum Aqiqah Anak Jika Orangtuanya Belum Melaksanakannya
Pelaksanaan aqiqah dianjurkan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas kelahiran seorang anak. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah aqiqah anak dapat dilakukan jika orangtuanya belum melaksanakan aqiqah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa aqiqah anak tetap dapat dilaksanakan meskipun orangtuanya belum melaksanakan aqiqah. Karena aqiqah anak adalah tanggung jawab yang terpisah dan tidak tergantung pada pelaksanaan aqiqah orangtua. Anak memiliki hak untuk mendapatkan aqiqah sebagai bentuk ibadah yang diperuntukkan baginya.
Namun, ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa pelaksanaan aqiqah anak terkait erat dengan pelaksanaan aqiqah orangtua. Menurut pandangan ini, aqiqah anak sebaiknya tidak dilakukan jika orangtuanya belum melaksanakan aqiqah. Mereka berpendapat bahwa aqiqah orangtua harus menjadi prioritas karena aqiqah anak didasarkan pada tanggung jawab orangtua dalam memenuhi hak anak tersebut.
Dalam hal ini, sebaiknya orangtua yang belum melaksanakan aqiqah anak agar segera melakukannya. Melaksanakan aqiqah anak ialah sebagai bentuk pemenuhan kewajiban agama dan tanggung jawab terhadap anak yang telah lahir. Jika orangtua belum melaksanakan aqiqah sejak kelahiran anak, sebaiknya mereka melakukannya sesegera mungkin.
Aqiqah Tanpa Pengajian
Aqiqah tetap dapat dilaksanakan meski tanpa pengajian. Pengajian atau majelis yang biasanya dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan aqiqah adalah sebuah tradisi atau adat yang berkembang dalam masyarakat tertentu. Namun, aqiqah itu sendiri adalah pelaksanaan penyembelihan hewan sebagai bentuk ibadah yang dianjurkan.
Dalam aqiqah, yang terpenting adalah pelaksanaan penyembelihan hewan yang sesuai dengan syariat Islam. Hewan sembelihan tersebut kemudian dibagi menjadi tiga bagian, dua bagian diberikan kepada fakir miskin, tetangga, dan satu bagian dapat dikonsumsi oleh keluarga yang melaksanakan aqiqah. Dengan melakukan penyembelihan hewan, aqiqah bertujuan sebagai bentuk syukur dan ibadah kepada Allah SWT sudah terpenuhi.
Pengajian atau majelis yang biasanya diselenggarakan dalam rangka aqiqah bisa menjadi sarana untuk mengumpulkan keluarga, sahabat, dan tetangga untuk berbagi kebahagiaan dan mengingatkan nilai-nilai agama. Namun, aqiqah itu sendiri dapat dilakukan tanpa perlu adanya pengajian formal.
Jika seseorang memilih untuk melaksanakan tasyakuran aqiqah tanpa pengajian, mereka tetap dapat melakukannya dengan menyembelih hewan yang sesuai dengan ketentuan agama Islam dan membagi dagingnya kepada fakir miskin, tetangga, teman, serta mengonsumsinya bersama keluarga.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa pengajian atau majelis yang diselenggarakan dalam aqiqah adalah sunnah atau anjuran, bukan kewajiban. Oleh karena itu, seseorang bebas untuk memilih apakah ingin menyelenggarakan pengajian atau tidak dalam pelaksanaan aqiqah. Yang terpenting adalah menjalankan inti ibadah aqiqah, yaitu memenuhi rukun dan syarat-syarat pelaksanaannya.
Kesimpulan
Batas umur aqiqah anak tidaklah kaku dalam agama Islam. Meskipun dianjurkan dilaksanakan pada hari ketujuh, empatbelas, atau duapuluhsatu, waktu pelaksanaannya tetap didasarkan pada kesanggupan orangtua. Beberapa ulama berpendapat bahwa aqiqah anak tetap sah dilakukan pada usia 1 tahun keatas.
Orang tua dapat mempertimbangkan faktor-faktor seperti ajaran agama, tradisi keluarga, dan aspek sosial ketika menentukan waktu pelaksanaan aqiqah anak. Pelaksanaan aqiqah pada usia yang lebih muda memberikan manfaat yang lebih lama bagi anak, serta dapat menjadi momen kebersamaan dan kebahagiaan bagi keluarga.